Jumat, 11 Januari 2019

"Lengkung Muram Pemuda Milenial"

By Risna Damayanti Nasruddin

      Sudah menjadi rutinitasku ketika libur kuliah untuk membelalakkan mata diberanda kosanku hingga jam menunjukkan  pukul 12.00 malam. Entah itu sekedar membaca buku, atau diskusi dengan para pakar. Kadang pula menyempatkan diri untuk berpikir ala-ala ilmuan. Tapi, beberapa hari ini memang sering sendiri. Dan lebih nyaman. Barangkali, karena ingin lebih fokus membaca buku. 

      Tetapi, ada suatu hal yang membuatku tak habis pikir dengan segelumit situasi mencengangkan yang aku lihat. Entah apakah aku yang berprasangka buruk ataukah apa aku lihat memanglah lengkung muram yang fakta dan tak bisa lagi dielakkan. Namun, biarlah waktu yang menjawab segala keresahan hatiku, kegundahan yang semakin terasa tercengang dengan kemirisan moral muda mudi. 

      Waktu yang semakin menua. Ketika waktu menunjukkan pukul 12.00 malam, masih saja kudapati sepasang muda mudi yang berkeliaran, tanpa ada tujuan yang baik. Entah itu mengerjakan tugas kelompok, ataukah berdiskusi untuk menggali ilmu pengetahuan. Karena, yang aku dapati adalah melihatnya bercumbu mesra saat pertemuan itu, saling berboncengan diatas motor layaknya sepasang suami istri dan lelaki sejurus mungkin dapat menguasai rana kesepian wanita dengan ungkapan romantisnya yang aduhai. Ditambah lagi jika tak ada orang ketiga. Tapi, aku yakin ada makhluk ketiga diantara mereka berdua. Dan itu jelas didalam ayat-ayat cintanya yang paripurna, أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ إِلاَّكاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ Ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim. Al-Hakim kemudian menyatakan bahwa hadist ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Pendapat ini disepakati pula oleh Adz-Dzahabi)


    Aku tak habis pikir, tentang sekelumit wanita yang mudah dicicipi oleh lelaki yang tak jelas statusnya dalam agama. Entah itu sekedar disentuh, dicium, bahkan hal yang lebih ironis lagi. Ketika ranah dan logikaku mulai meliung bebas memaknai setiap lengkung baris kehidupan yang tak bertepi, maka aku berusaha berhati-hati memahami lelaki dengan jarak pandang yang cukup dekat hingga aku tahu apa yang sebenarrnya lelaki inginkan kepada perempuan. Jika mencintai, kenapa tak memuliakannya seperti perlakuan Rasulullah saw kepada istri-istrinya? Jika menyayangi, kenapa dengan alasan menjaganya lelaki ingin mengorbankan iffah dan izzah wanita? atau sebaliknya, perempuan rela mengorbankan itu. 

    Bukankah pemuda itu paham mana yang benar dan salah. Terlebih lagi jika mereka adalah mahasiswa. Mahasiswa tentu sangat memahami itu sebab ia bukanlah siswa biasa. Mereka biasa lantang berbicara. Berorasi dihadapan pejabat-pejabat negara karena menuntut hak dan kewajiban rakyat. Mereka paham yang benar dan salah. Tapi, mengapa untuk nafsu birahi, kadang mereka tak mampu meminang kebenaran? perihal hukum harus diindahkan dan kehormatannya yang mesti dijaga. Tapi, itulah yang kutemui ditengah-tengah ironiku bahwa pemuda yang aku lihat diera milenial ini, masih menjadi santapan birahi dan kemirisan moral. 



Jakarta, 27-Nov-2018

1 komentar: